Mengapa Isa berkata, “Siapapun yang telah
melihat Aku, ia juga telah melihat Bapa”?
Sangat penting bagi kita untuk mengikuti cara yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri melalui Firman-Nya. Ketika melakukannya kita tidak boleh mengurangi keesaan Allah dan tidak boleh juga mengabaikan keberadaan lain dari pribadi Allah; Isa sendiri tidak pernah melakukan itu.
Ini adalah alasan mengapa Isa tidak pernah mengklaim atau mengucapkan kata-kata: "Akulah Allah!". Banyak kritik telah berusaha untuk menunjukkan inkonsistensi dari Kitab Suci dengan mengatakan bahwa karena Isa tidak pernah membuat klaim ini, Dia bukanlah Allah. Tentu saja ada alasan yang sangat baik mengapa Dia tidak pernah mengatakan hal ini.
Ini adalah alasan mengapa Isa tidak pernah mengklaim atau mengucapkan kata-kata: "Akulah Allah!". Banyak kritik telah berusaha untuk menunjukkan inkonsistensi dari Kitab Suci dengan mengatakan bahwa karena Isa tidak pernah membuat klaim ini, Dia bukanlah Allah. Tentu saja ada alasan yang sangat baik mengapa Dia tidak pernah mengatakan hal ini.
Ikatan Kasih Dalam Kesatuan Allah Sang Bapa, Sang Anak dan Roh Suci
Sepanjang pelayanan-Nya, Isa tidak pernah menyorot diriNya sendiri. Dalam semua peristiwa Dia sengaja mengarahkan perhatian kepada Bapa-Nya. Dia mengatakan; "Dengan melihat Aku, engkau melihat Bapa".
Jika Isa telah membuat klaim; "Akulah Allah!" maka hal tersebut akan membuat seluruh sifat keilahian dilekatkan hanya kepadanya dan dengan demikian membatalkan karakter relasional dan kesatuan Sang Bapa, Sang Anak, dan Ruh Suci dari Allah.
Kita mendapati bahwa ketika Isa ingin menampilkan dan menyatakan keilahian-Nya, Ia berbicara mengenai hubungan dan keterkaitan unik yang ia miliki dengan Sang Bapa. Dia menggunakan kata-kata berikut untuk menggambarkan ini:
· “Aku dan Bapa adalah satu” (Surah Yahya 10:30)
· “Siapapun yang telah melihat Aku, ia juga telah melihat Bapa” (Surah Yahya 14:9)
· “Sang Bapa telah mengutus Aku” (Surah Yahya 5:36-37, 6:44&57, 8:16, 18&42, 10:36, 12:49, 14:24, 17:21&25& 20:21)
· “Aku akan melakukan kehendak Bapaku” (Surah Yahya 6:38-39)
· “Sang Bapa telah bersaksi mengenai Aku” (Surah Yahya 5:37 & 8:18) dan Dia terus menyebut diriNya Anak.
Tanggapan terhadap pernyataan ini sangat jelas dari reaksi orang-orang kepada Isa : "Ia menghujat Allah", "Dia membuat dirinya sama dengan Allah", "Bagaimana engkau bisa memanggil Allah Bapa " (Surah Yahya 10:36 & 05:18); mereka mengerti bahwa ia menyatakan diri sebagai Allah. Kitab Suci Injil terus mengarahkan perhatian kita pada kata-kata Isa yang tidak hanya menggambarkan pengetahuannya tentang Allah tetapi juga hubungan yang kekal yang ada antara Sang Bapa dan Sang Anak. Juga mengenai kehadiran Sang Anak bersama dengan Sang Bapa dari permulaan waktu.
Jika kita menganggap serius pernyataan bahwa Anak telah secara kekal bersama dengan Sang Bapa, dan Sang Anaksendiri telah membuat Bapa dikenal, maka kita perlu memegang erat sebuah kebenaran yang serius dan penting; bahwa jika kita tidak mendekati Allah melalui Anak, kita tidak dapat memiliki pengetahuan tentang Allah.
Jika Isa telah membuat klaim; "Akulah Allah!" maka hal tersebut akan membuat seluruh sifat keilahian dilekatkan hanya kepadanya dan dengan demikian membatalkan karakter relasional dan kesatuan Sang Bapa, Sang Anak, dan Ruh Suci dari Allah.
Kita mendapati bahwa ketika Isa ingin menampilkan dan menyatakan keilahian-Nya, Ia berbicara mengenai hubungan dan keterkaitan unik yang ia miliki dengan Sang Bapa. Dia menggunakan kata-kata berikut untuk menggambarkan ini:
· “Aku dan Bapa adalah satu” (Surah Yahya 10:30)
· “Siapapun yang telah melihat Aku, ia juga telah melihat Bapa” (Surah Yahya 14:9)
· “Sang Bapa telah mengutus Aku” (Surah Yahya 5:36-37, 6:44&57, 8:16, 18&42, 10:36, 12:49, 14:24, 17:21&25& 20:21)
· “Aku akan melakukan kehendak Bapaku” (Surah Yahya 6:38-39)
· “Sang Bapa telah bersaksi mengenai Aku” (Surah Yahya 5:37 & 8:18) dan Dia terus menyebut diriNya Anak.
Tanggapan terhadap pernyataan ini sangat jelas dari reaksi orang-orang kepada Isa : "Ia menghujat Allah", "Dia membuat dirinya sama dengan Allah", "Bagaimana engkau bisa memanggil Allah Bapa " (Surah Yahya 10:36 & 05:18); mereka mengerti bahwa ia menyatakan diri sebagai Allah. Kitab Suci Injil terus mengarahkan perhatian kita pada kata-kata Isa yang tidak hanya menggambarkan pengetahuannya tentang Allah tetapi juga hubungan yang kekal yang ada antara Sang Bapa dan Sang Anak. Juga mengenai kehadiran Sang Anak bersama dengan Sang Bapa dari permulaan waktu.
Jika kita menganggap serius pernyataan bahwa Anak telah secara kekal bersama dengan Sang Bapa, dan Sang Anaksendiri telah membuat Bapa dikenal, maka kita perlu memegang erat sebuah kebenaran yang serius dan penting; bahwa jika kita tidak mendekati Allah melalui Anak, kita tidak dapat memiliki pengetahuan tentang Allah.
Hal lain yang harus dipertimbangkan merupakan sesuatu yang kita sering abaikan. Kita dengan senang hati menyatakan kebenaran bahwa Allah adalah kasih. Banyak orang yang berbeda iman akan dengan senang hati setuju dengan pernyataan ini. Meski demikian, jika kita melihat lebih dalam mengenai pernyataan ini, kita dapat menemukan pemahaman yang lebih dalam tentang sifat ketuhanan. Setiap pemikiran yang meyakini bahwa 'Allah itu satu’ akan memaksa kita untuk menjawab pertanyaan; ‘bagaimana bentuk kasih sebelum Allah menciptakan sesuatu?’ Kasih tidak diperlukan jika Allah adalah unit yang tidak terpisahkan, kasih hanya bisa menjadi nyata selama dan setelah penciptaan. Maka logikanya, kasih bukanlah sifat ilahi. Gambaran sifat ilahi yang disajikan dalam Kitab Suci adalah satu Allah; Sang Bapa, Sang Anak dan Ruh Suci, yang selalu bersama-sama dalam ikatan kasih. Sang Bapa selalu mengasihiSang Anak dengan kuasa Ruh Suci; saling mengasihi diantara kesatuan tiga pribadi ini selalu ada dan karena itu menjadi bagian dalam sifat ilahi. Penciptaan kemudian menjadi curahan alami kasih tersebut, dan kita juga, yang diciptakan menurut gambar Allah, diundang untuk bergabung dengan komunitas yang memiliki natur kasih tersebut. Kita dapat melihat hal ini tercermin dalam pengalaman manusia, seorang pria dan wanita berkomitmen bersama-sama dalam ikatan kasih dan anak adalah limpahan alamiah kasih ini. Allah adalah kasih, karena itu ia menciptakan. Dia tidak mencintai hanya karena ia telah menciptakan. Kita yang diciptakan menurut gambar-Nya, dirancang untuk menjadi sama dan melakukan hal yang sama dengan Dia.
Ketika kita memperdalam hubungan kita dengan Allah, bersiaplah untuk meninggalkan pandangan yang tidak berpusat kepada Al-Masih dan berfokus pada sifat ilahi; yang merupakan hubungan kasih abadi yang ada antara Sang Bapa, Sang Anak dan Ruh Suci.
Ketika kita memperdalam hubungan kita dengan Allah, bersiaplah untuk meninggalkan pandangan yang tidak berpusat kepada Al-Masih dan berfokus pada sifat ilahi; yang merupakan hubungan kasih abadi yang ada antara Sang Bapa, Sang Anak dan Ruh Suci.